Hi Guys... Hari ini aku mau posting salah satu tulisan yang pernah ku buat saat menjadi bagian kepengurusan dari Jurnalistik Hima Kimia saat masih kuliah S1 di Yogyakarta State University.. Kenapa ku posting??? Karena tulisan ini benar-benar yang paling berkesan untukku, dan mungkin karena ini tulisan dari Hima satu-satunya yang masih tersimpan di folderku. Hehehe.. Anyway, ada kisahnya tentunya.. Aku inget banget dulu itu ada event lomba mading (majalah dinding) tingkat fakultas tapi aku lupa tahun berapa (2012 atau 2013 ya?). Nah, kalo gak salah waktu itu dapat tema lomba tentang "daur ulang". Kebetulan dapat peje (penanggung jawab) dibagian cerpen nih akunya. Bingung banget waktu itu haha.. Secara mau nulis cerpen yang kek gimana kalo temanya tentang daur ulang dan harus ku seleseikan dalam waktu semalem? *mikir serius*
Dan alhasil, ga tau juga dapat ide darimana, jadilah cerpen "Goresan Pena si Buram" ini dalam waktu semalam. Aneh sih, karena aku meng-imajinasi-kan kertas buram sebagai tokoh utama haha lol. The real the power of kepepet. wkwk...
Langsung baca aja deh ya, biar tahu ketidakjelasannya dimana hihiihihi... Cekidot! ;)
-
-
-
-
“Goresan Pena si Buram”
Demi lingkungan dan pengurangan
dampak pemanasan global, akhirnya aku pun bisa berada dalam dunia kesibukan
manusia. Sungguh suatu kehormatan bagiku saat dinobatkan menjadi salah satu
produk hasil pemanfaatan daur ulang limbah kertas. Yah, meski aku tercipta atas
dasar pemanfaatan barang bekas, aku tetap bangga menjadi salah satu produk
ramah lingkungan hasil karya manusia. Akhirnya aku menjadi sesuatu yang
dibutuhkan manusia, menjadi tempat bagi mereka yang menggoreskan keluh kesahnya
lewat tulisan. Aku akan ada dalam kebutuhan mereka, saat pikiran mereka buram
lalu aku hadir menjadi seutas kertas yang bersahabat.
Mereka memanggilku dengan sebutan “Kertas Buram.” Nama
itu sangat sesuai dengan fisikku. Meski aku terlihat usang, namun aku begitu
bersahabat dengan kehidupan manusia. Karena memang itulah tujuanku diciptakan. Ditinjau
dari segi nilai jual, akulah yang berharga paling ekonomis. Bagi mereka yang
melakukan penghematan akulah yang biasanya menjadi pilihan terakhir. Aku
diproduksi dalam proses pabrikasi dari beragam kertas-kertas sisa. Aku memang berbeda
dari spesies-spesies kertas yang lain. Mungkin jika dihitung, usiaku jauh lebih
mapan dari spesies kertas yang lainnya, tapi kenapa justru nilai guna merekalah
yang lebih dibutuhkan oleh manusia ketimbang aku ? Begitu sedih aku meratapi
hal ini.
Dan aku teringat kejadian beberapa hari yang lalu, yang
menyayatkan hatiku...
“Kokoh, ada kertas HVS ukuran
A4 ? saya mau beli 2 rim..” kata salah seorang konsumen yang mengenakan kemeja
kotak-kotak dengan ransel yang menempel apik di punggungnya. Terlihat muda,
sepertinya ia seorang mahasiswa.
“Wah, banyak banget
mas belinya. Buat skripsi ya ?” celah Koh Acong, pemilik kios fotocopy yang sudah
beberapa bulan ini menemani kehampaanku di kios itu.
“Iya Koh, buat skripsi..”
“Oh, ya ya.. tunggu
sebentar ya mas.”
Langkah
kaki Koh Acong terdengar jelas saat ia
berjalan kearah tempat kediaman kami para kertas yang bertahun-tahun telah menjadi bagian dari kios
beliau. Dan aku merupakan penghuni terlama diloker yang memiliki 3 tingkatan
ini. Bosan memang, namun apa boleh buat karena ini memang resiko yang harus ku
terima sebagai sesepuh kertas yang kurang laris..
“Wah, maaf mas, ternyata kertas HVS A4 nya kosong.”
“Waduh, kalau yang
ukuran polio ada Koh ??”
“Ada,
tapi tidak cukup satu rim. Hanya sisa 3 lembar. Gimana mas ? atau mau kertas
buram saja ?”
“Kertas buram ?? ah,
gak usah Koh. Masa iya skripsiku pake kertas buram..”
“Yo, bisa-bisa ajakan mas.. Kan yang penting isi skripsinya, bukan
kertasnya..”
“ Enggak ah Koh, dari pada gak lulus kuliah, mending saya cari di tempat
lain saja. Permisi ya Koh..”
“Oh, ya..
monggo...monggo...”
Saat ini HVS memang menjadi primadona dalam dunia kertas.
Dan aku pun tahu itu. Tampilannya memang lebih menarik dan trendy bahkan ia diciptakan dalam beragam warna (tidak hanya
putih). Ukurannya pun bervariasi. Sedangkan aku ? Jujur, terkadang aku pun
merasa iri dengan HVS. Iri dengan keelokannya, iri dengan kualitasnya, dan iri
dengan posisinya yang begitu dibutuhkan dan diminati manusia. Dan satu hal yang
membuatku begitu bersedih setelah aku tahu bahwa ternyata aku pun tercipta dari
sisa-sisa HVS yang tidak terpakai lagi.
“Hheeuuhh...”
Andai saja semua manusia menyadari betapa liciknya kaum
kertas merusak kehidupan mereka. Kertas bagi generasi manusia adalah sesuatu
yang sudah menjadi hal biasa dan sehari-hari sehingga sering kali para manusia
memakai kertas tanpa berpikir jauh mengenai konsekuensinya.
Apalah daya yang
dapat kulakukan untuk semua ini. Aku hanya seutas kertas yang berharap banyak
dunia ini dapat terselamatkan. Tapi aku tidak dapat berbuat apa-apa, karena semua
tergantung kepada manusia. Dan pada kenyataannya dunia ini semakin buruk saja. Sebagian
manusia tahu, untuk menghasilkan kertas-kertas semacam HVS mereka harus
menebang begitu banyak pohon. Tapi kenapa mereka masih menghamburkannya ? Habislah
bumi ini, pohon yang diciptakan sebagai sumber penghijauan justru ditebang
semena-mena. Syukur-syukur kalau para manusia melakukan reboisasi, jika illegal
??
Melalui goresan pena ini, aku berharap para manusia
merenungkan ini :
·
1 ton kertas = 400 rim =
200.000 lembar
·
Untuk memproduksi 3 lembar
kertas dibutuhkan 1 liter air
·
Untuk memproduksi 1 Kilogram
kertas dibutuhkan 324 liter air (environment Canada)
·
95% kertas dibuat dari bahan
serat kayu
·
Untuk memproduksi 1 ton kertas,
dihasilkan gas karbondioksida (CO2) sebanyak kurang lebih 2,6 ton atau sama
dengan emisi gas buang yang dihasilkan oleh mobil selama 6 bulan.
·
Untuk memproduksi 1 ton kertas,
dihasilkan kurang lebih 72.200 liter limbah cair dan 1 ton limbah padat
·
Industri kertas adalah pemakai
energi bahan bakar ke-3 terbesar di dunia (American Forest and Paper
Association)
·
Dulu kertas hanya digunakan
untuk menulis, sekarang industri Packaging menggunakan 41% dari seluruh
penggunaan kertas