Selasa, 14 Mei 2013

Ulat Daun : My Wonderful Friend #PartOne

Kisah ini adalah pengalaman yang paling mengesankan di awal perjuanganku menjadi seorang mahasiswi. Jika aku mengenang cerita ini, sungguh ada rasa di hati yang membuatku bangga pada diriku, aku bahkan tidak pernah menyangka ini, namun disinilah aku memahami arti dari perjuangan, usaha dan kerja keras. Maka aku pun akan berkata seperti ini : "Jika keajaiban itu benar ada, maka nama lain dari keajaiban  adalah kerja keras."

Dan inilah keajaibanku ^^

Ulat Daun => My Wonderful Friend

Wonderful Friend ? Why ? 
Hahaha, jadi gini ceritanya, diawal semester dulu saya diberi tugas oleh dosen biologi yang meminta untuk mengamati pola perilaku hewan apa saja yang kita inginkan, mau hewan yang imut kek, yang lucu, yang nyeremin, yang gemesin, terserahlah yang penting HEWAN. *padahal jurusan gue kimia broh..* 
Dan hanya ada satu persyaratan kala itu, tidak boleh dalam satu kelas mengamati pola perilaku hewan yang sama. Ngeekkk, bayangkanlah, jumlah mahasiswa dalam kelas saya ada 43 orang yang akan mengamati pola perilaku hewan yang berbeda-beda. Memang saya akui jumlah hewan dan spesiesnya ada banyak dan beraneka ragam bahkan lebih dari 43, tapi hewan yang sering dijumpai di kost, di rumah tetangga, yang imut yang jenaka yang jinak yang lucu yang unyuk dan yang bersahabat dengan manusia sangat kurang dari 43 jenis. Maka kucing adalah hewan yang menjadi primadona rebutan dalam kasus ini. Maka berlomba-lombalah teman saya menyebutkan hewan-hewan yang berkriteria imut, lucu, jinak, bersahabat, sering dijumpai, gampang diamati, gampang dipelihara, enteng dibawa kemana-mana, gak nakutin, dan sebagainya. 

Kucing dan rivalnya - si Tikus - laku digondol temanku, hamster, bebek, kambing, kura-kura kecil (biasanya dijual di sunmor), kecoa, semut, burung, kupu-kupu, ayam, angsa, monyet, anjing, marmut, jangkrik, kuda dan sebagainya tak mau kalah langsung dibooking sama yang lainnya. Dan karena aku adalah salah satu orang yang pemilih banget, saking milih-milihnya sampai-sampai saya kehabisan hewan yang imut-imut. Semua teman-teman saya sudah menetapkan pilihan pada hewan mereka masing-masing, hanya saya yang masih terus-terusan galau. 

Kala itu aku hampir menyerah. Putus asa. Sempat saya berfikir, apa ngamatin nyamuk aja ya? kayaknya keren. Iyasih, keren, funtastic, daebak luar biasa emang kalo bisa ngamatin pola perilakunya nyamuk. tapi caranya gimanaaa?? *mikirkeras* nyamuk mah kerjaannya terbang sana terbang sini nyari darah, nyampe di badan, plaaaakkk, pukul eh mati. trus kalo udah mati, perilaku apanya yang bisa diamati? *mikirkeraslagi*

Lalu kemudian muncul  ide, gimana kalo lalat? tubuh lalat lebih besar dari nyamuk, dan kemungkinan bakal bisa diamati. Maka pada hari itu saya mencoba menangkap lalat. Dan apa yang terjadi? sungguh, lebih mudah matiin nyamuk daripada matiin lalat. Nangkap lalat itu susaaaaahhnya minta ampun T_T

Hari demi hari berlalu, namun belum juga ku temui hewan yang pantas untuk diamati. Masak kudu ke kebon binatang nyari hewan ? prinsip gue sih, kalo bisa, dapet hewannya yang gak perlu ngeluarin duit untuk diamati. hehe.. 

Tiba-tiba terdengar suara tokek. Pikiranku kemudian terang, otakku berbinar, jiaaahhhaaha. Langsung ku tuliskan proposal penelitianku dengan judul "Mengamati Pola Perilaku Tokek" dengan tujuan :  Mengidentifikasi perbedaan suara tokek pada siang dan malam hari. Dengan sangat bangga ku rapikan kertas proposalku, dengan harapan besok dosenku pasti bakal ngasih stand up applause nya pada proposalku.. ekekekek

Keesokan harinya...
Jantungku berdegup tak keruan. Entah kenapa aku berfirasat buruk. Namun akhirnya ku kumpulkan juga proposalku. Dan jeng jeng jeng jeng... 
Di depan kelas, 
Dosen  : "Mana yang namanya Nani Rahmah???"
Aku     : (mengacungkan tangan) "mmm, saya bu!!"
Dosen  : "Pola perilaku tokek ? hehh, Ada yang lucu dari tujuan proposalmu mbak. Tokek itu kan emang bunyinya ya nyebutin namanya sendiri, baik siang maupun malam bunyinya ya tetap tokkek.. tokkek.. gak mungkin jadi tikuk.. tekik.. tukik.. Apanya yang perlu diamati dari suaranya? aneh-aneh saja proposalmu mbak."
(seisi kelas tertawa, aku bermurung durja) 
Bukan seperti itu maksudku, bukan suara/bunyi tokeknya yang kumaksud, tapi frekuensi (pengulangan penyebutan namanya) yang ku maksud. Aku telah menghitung sebelumnya, tentang berapa kali tokek berbunyi (mengulang penyebutan namanya) pada siang hari berbeda kali banyaknya dengan malam hari.  aku ingin meluruskan apa yang ku tulis di proposalku, tepatnya pada "tujuan" aku lupa menambahkan kata "frekuensi" sebelum kata "suara" sehingga wajar jika dosenku salah menafsirkan maksud dari proposalku. Namun karena seisi kelas telah tertawa, dan tawa mereka benar-benar melemahkan kekuatanku, hingga aku menjadi malu dan mengurungkan niat untuk meluruskan apa yang sebenarnya yang ku maksud. Sungguh aku merasa terlanjur malu pada hari itu.. :(

Pada akhirnya aku mengurungkan niat dan membatalkan pengamatanku mengenai frekuensi bunyi tokek. Lagian ku dengar issue bahwa ternyata bunyi tokek itu mengandung makna yang misterius. Ada situs di internet yang bilang bahwa tokek itu adalah hewan kesukaannya jin, ada yang bilang kalo tokek berbunyi itu tandanya ada jin disekitarnya, daaann azzzaahh kagak usah dibahas panjang lebar disini deh, bulu kudukku tiba-tiba merinding. hiiiiiiiii. 

Singkat cerita, aku hampir mulai menyerah. Beberapa teman menyarankan untuk mengamati pola perilaku capung, tapi saat ini bukan musim hujan, sehingga kemungkinan untuk mendapatkan capung sangat susah. Hingga kemudian aku memutuskan pulang ke rumah pakde dan bude. Kebetulan Pakde dan Bude tinggal di desa sehingga sempat muncul harapan dari benakku, sapa tau di tempat pakde ada hewan lucu yang bisa ku amati. Dari sinilah aku mendapatkan gagasan yang luar biasa dari sepupu tertuaku. Sebut saja namanya mas Nu. Mas ku yang satu ini emang punya pengalaman petualang alam yang buaanyakk banget, sehingga tepat sasaran kalo ada tugas kayak gini minta solusinya langsung ke dia. hehe.  Dia memperkenalkan aku dengan sosok ulat daun. Pada mulanya aku sangat tidak setuju dengan gagasan itu.
Aku : "Haduh mas, tapi aku geli kalo sama ulat daun. Masak ulatnya kudu ta bawa ke kost? enggak ah, takut.."
Mas Nu : "Ya enggaklah Nik, ulatnya ga bakal gigit kok, nanti di simpen dalam toples, yakin ga bakal keluar deh. Dulu mas sama temen-temen malah pernah makan ulat goreng lho.."
Aku : "Makan? wowww -___- ! terus kalo ulat daun perilakunya ngapain aja mas? yang bisa diamatin apanya coba?"
Mas Nu : "Setauku kalo pagi ulat daun itu sering jatuhin tubuhnya ke tanah, kayaknya nyari makan. trus -eek-nya bulet kecil-kecil warna item. Kalo pagi biasanya eek nya lebih banyak.."
Aku : "oh iya po? wah bisa jadi hipotesis tuh mas. tapi masa yang diamatin eek nya? -__-"
Mas Nu : "Hahaha.. yaudah dicoba dulu aja Nik, kali aja berhasil. Ulatnya kan juga kecil ya, gampanglah ngamatin perilaku lainnya. "
Aku : "okeoke. Makasih ya mas.. hehe"
Mas Nu : "Ya, nanti kalo butuh apa-apa bilang aja. Ulatnya dijaga jangan sampe mati, susah sekarang nyari ulat daun soalnya lagi gak musim hujan.."

Kenalin nih, ini sahabat baruku :D


Jangan geli ataupun jijik kalo liat dia, karena setelah bersama dengannya selama 3 hari aku menyadari betapa besar kuasa Tuhan menciptakan sosok mungil yang gigih seperti dia -Ulat Daun.









*to be Continued*

Tidak ada komentar: